STRATEGI PEMBANGUNAN PAPUA BARAT BERSAMA Dr. Alberth H Torey
Bagi Masyarakat Wondama SiapaYang tidak Menganal Sosok Dr.Alberth H Torey,Beliau Merupakan Salah Satu Sosok Inspiratif ,Merintis Pembangunan di Teluk Wondama Membangun Wondama dengan Sepenuh Hati dari Apa yang tidak ada menjadi ada dan semua terlihat jelas dan terbukti,beliau merupakan putra terbaik Papua yang bersinergi untuk Pembangunan di Tanah Papua
Berikut Profil & Strategi Pembangunan Papua Barat Bersama Dr.Alberth.H.Torey
Strategi membangun tanah Papua : siap melayani bukan dilayani. Memberi sebelum rakyat meminta. Pelopor pembangunan di tanah Papua .
Tidak dipungkiri DR.Alberth H.Torey,MM, merupakan tokoh pelopor pembangunan di tanah Papua. Beliau yang lahir Tanggal 29 Agustus 1953 ini tumbuh besar di Tanah Papua. Beliau menjadi bupati Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat selama dua periode. Membuktikan dirinya dipercaya masyarakat untuk memimpin dan menjalankan pembangunan.
Sebagai anak Papua beliau memiliki harapan, cita-cita, dan mimpi akan masa depan tanah Papua. “Saya Tidak ingin berhenti sekolah hanya sampai sekolah menengah, sebagai mana kawan- kawan sebaya saya dalam benak saya, saya harus melanjutkan pendidikan setinggi mungkin.Minimal saya bias bergelar sarjana , yang tentu masih amat jarang di Tanah Papua saat itu, “ katanya.
Pendidikan
Beliau menempuh pendidikan Sekolah Dasar sampai SMA di Manokwari.Lulus SD tahun 1967, SMP lulus tahun 1970, dan SMA lulus tahun 1974.
Beliau memiliki harapan, cita-cita, dan mimpi akan masa depan tanah Papua, berkehendak melanjutkan pendidikan setinggi mungkin. Sampai beliau meraih Doktor di bidang ilmu pemerintahan. Ini prestasi yang luar biasa.
Selepas SMA melanjutkan studi di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Jayapura sejak 1975 dan lulus tahun 1978.
Selanjutnya mulai bulan Juni 1985 beliau mendapat tugas belajar di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP), Jakarta hingga tahun 1988, kesempatan mengembangkan diri, kesempatan emas, menambah pengalaman dan wawasan dan membangun jaringan. Beliau mengatakan, tiga tahun menuntut ilmu di Jakarta menambah bekal dan pengalaman untuk lebih baik lagi mengabdi di tanah Papua.
Semakin ilmu digali, semakin banyak hal yang ingin terus diketahui. Untuk mengemban berbagai jabatan di pemerintahan, beliau merasa pendidikan formal yang diperoleh tidak cukup hingga tingkat sarjana saja. Beliau meutuskan untuk melanjutkan studi program Magister Manajemen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Artha Bodhi Iswara (STIE-ABI) Surabaya, dan lulus pada tahun 2005.
Alberth, demikian panggilan akrabnya, juga mengikuti berbagai kursus, pelatihan, dan pendidikan lainnya. Pada tahun 1980, ia mengikuti penataran P-4 Tipe B di Manokwari. Mengikuti Diklat Kader Golkar dan kursus juru runding pada tahun 1981. Mengikuti Diklattar Karakterdes pada tahun 1984. Pada tahun 1989, ikut Suspim Pemdagri Angkatan pertama di Bandung. Kemudian mengikuti Sepala Angkatan ke-5 tahun 1991 dan Sepama tahun 1997, yang keduanya diselenggarakan di Jayapura. Di tahun 2002 Alberth mengikuti Spamen di jakarta. Tahun 2007, berkesempatan mengikuti kursus Forum Komunikasi Pimpinan bagi Kepala Daerah di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Jakarta. Dan pada tahun 2008, mengikuti Diklatpim Tk. 1 Angkatan XVI di Lembaga Administrasi Negara (LAN RI) di Jakarta.
Sampai akhirnya di tahun 2015 Alberth meraih Gelar Doktor bidang ilmu pemerintahan dari Universitas Padjajaran Bandung tepat di usianya ke 61 tahun, 5 bulan, 8 hari.
Selanjutnya atas kiprahnya sebagai bupati Kabupaten Teluk Wondama Papua Barat yang sangat menjunjung tinggi azas kemajemukan dan pluralisme, maka di tahun 2015 sebelumnya beliau meraih gelar kebangsawanan dari Karaton Surakarta Hadiningrat Jalan Sidikoro, Solo.
Penganugerahan tersebut diberikan Sinuwun Pangeran Puger dan Gusti Pangeran Wirabumi. Sehingga dengan gelar kebangsawanan ini, maka Bupati berhak menyandang gelar Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Alberth H Torey Wreksonagoro.
Menurut KRT Herman Karsoni, MBA, ketua panitia acara sakral tersebut mengatakan, penetapan nama gelar itu dilakukan melalui musyawarah kalangan dalam keraton. Karena dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembinaan kemasyarakatan di Kabupaten Teluk Wondama, Bupati sangat menjunjung tinggi azas kemajemukan dan pluralisme.
Beliau tidak membeda-bedkan dalam pelayanan di kabupaten Teluk Wondama baik itu kepada warga pribumi maupun kepada masyarakat pendatang terutama kepada masyarakat Jawa yang ada di Kabupaten Teluk Wondama. Selain itu, gelar ini diberikan juga atas sumbangsih Kanjeng Raden Tumenggung Alberth H. Torey Wreksonagoro telah berbakti dan berjasa dalam memberikan perhatian terhadap masyarakat pendatang terutama suku Jawa di Kabupaten Teluk Wondama.
Perjalanan Karir
Alberth memiliki pengalaman yang mumpuni di bidang pemerintahan dan pembangunan daerah. Karirnya terus merangkak naik, sepertinya beliau diciptakan memang untuk menjadi seorang pemimpin. Penugasan untuk pertama kalinya adalah sebagai pegawai negeri sipil berpangkat Pengatur Muda TK.1 Golongan II/b. Ditempatkan pertama kalinya di pemerintahan daerah kabupaten Manokwari sebagai staf perekonomian daerah (perekda) mulai tanggal 17 November 1980. Baru satu tahun menjabat, mulai tanggal 1 Oktober 1981, Alberth diangkat sebagai Kasubag Pengembangan Sarana dan Prasarana perekonomian pada bagian Perekda hingga tahun 1981. Selanjutnya tanggal 16 Juli 1982, beliau dipercaya mengemban amanah sebagai Camat Windesi sampai tahun 1985.
Sebagai camat beliau memulai mewujudkan mimpi-mimpinya membangun Tanah Papua. Berada di sebuah kecamatan yang kondisinya harus ditata. Infrastruktur pemerintahan sangat terbatas. Dukungan staf juga masih berpendidikan rata-rata sekolah menengah. Kehidupan rakyat Windesi juga masih jauh tertinggal. Pendidikan, kesehatan, pelayanan dasar, masih memprihatinkan. Itulah masa penugasan awal sebagai kepala daerah yang sangat berkesan. Alberth mulai belajar menata perubahan. Selama dua tahun menjadi camat banyak pelajaran yang dapat dipetik. Banyak hal yang telah dilakukannya. Meskipun hanya dua tahun, Alberth dapat berbakti meningkatkan tingkat kehidupan masyarakat Windesi, jauh lebih baik.
Alberth mendapat tugas pada jabatan baru sebagai Kepala Sub Seksi di kantor Sosial Politik Kabupaten Manokwari. Pada tanggal 21 Agustus 1989, Alberth kembali mendapat tugas sebagai camat di kecamatan Bintuni hingga Tahun 1995.
Mulai tanggal 2 April 1995, beliau kembali ke kantor Pemerintahan Daerah Kabupaten Manokwari. Beliau mulai bertugas sebagai Kasubag Tata Usaha kantor Sospol, lalu Kasubag Hukum, dan kemudian menjabat sebagai Kepala Bagian Hukum dan Organisasi pada Sekretariat Daerah Kabupaten Manokwari. Kemudian, beliau ditempatkan pada kantor Pembantu Gubernur Wilayah II Manokwari, sebagai Kepala bagian Tata Usaha Pemerintahan. Sebelum diangkat sebagai pejabat Bupati Kabupaten Teluk Wondama, beliau menjabat Asisten Tata Praja.
Takdir selalu tak dapat ditolak. Setelah beberapa jabatan di pemerintahan beliau jalani, selepas menjabat sebagai Asisten Tata Praja, beliau diangkat sebagai Penjabat Bupati Kabupaten Teluk wondama Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 131.81-177 Tahun 2003 tentang pengangkatan Pejabat Bupati Teluk wondama Provinsi Papua, tertanggal 10 April 2003.
Alberth diberi tiga tugas pokok yaitu, pertama mempersiapkan struktur dan mekanisme pemerintahan daerah; kedua, memfasilitasi pembentukan DPRD; dan ketiga memfasilitasi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati yang definitif.
Pada hari Sabtu tanggal 12 April 2003, atas takdir Tuhan yang mahapengasih, Alberth dilantik sebagai Pejabat Bupati Kabupaten Teluk Wondama oleh Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno.
Sejak itu, dirinya bertekad untuk memberikan pengabdian terbaik kepada rakyat Teluk Wondama. Pelantikan itu, juga menandai berdirinya Kabupaten teluk Wondama, sebagai Kabupaten Baru hasil Pemekaran dari kabupaten Manokwari.
29 Agustus 2005, tepat hari ulang tahun yang ke 52 Albert H Torey pun terpilih sebagai Bupati Teluk Wondama, hasil Pemilihan Kepala Daerah pertama, langsung oleh rakyat. Ini kepercayaan rakyat yang harus dijalankan dengan sepenuh hati, kata Alberth.
Pada hari Sabtu, tanggal 15 Oktober 2005, berdasarkan Surat keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 131.82-875 tahun 2005 tanggal 21 September 2005 dan Nomor: 132.82-876 Tahun 2005 tanggal 21 September 2005, bersama Dra. Marice Persunai Kaikatuy dilantik sebagai Bupati dan wakil bupati Teluk Wondama untuk masa bakti 2005-2010 oleh Pejabat Gubernur Irian Jaya Barat, Timbul Pujianto atas nama Menteri Dalam Negeri.
Selanjutnya untuk periode kedua, tepatnya hari Kamis tanggal 13 Januari 2011, merupakan hari yang sangat istimewa. Beliau pada hari itu pada Rapat paripurna DPRD Teluk Wondama bersama Zeth Barnabas Marani, SH dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Teluk Wondama untuk periode 2010-2015 Gubernur Papua Barat Abraham O. Atururi yang bertindak atas nama Menteri Dalam Negeri.
Pengabdian di Teluk Mukjizat Tuhan.
Dalam membangun Teluk Wondama beliau mempunyai motto: “Memberi Sebelum Rakyat Meminta”. Akhirnya penghargaan “SATYALENCANA PEMBANGUNAN” dari PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Dr.H.Susilo Bambang Yudhoyona ( PRESIDEN RI KE 6 ) diterimanya pada tanggal 2 Juli 2009 sebagai persembahan untuk Rakyat Teluk Wondama.
Banyak perubahan yang dapat dilihat dengan nyata di Teluk Wondama, seperti sekolah gratis, pengobatan gratis bagi masyarakat miskin, pembanguan rumah sakit, dermaga pelabuhan Pelni , jembatan-jembatan, jalan, semua menjadi bukti dan sejarah yang akan terus diingat rakyat Wondama dari masa ke masa, Namanya akan selalu terukir di dalam sejarah Teluk Wondama atas pengabdian dan dedikasinya.
Dikutip dari Buku MAJULAH TELUK WONDAMA Berlayar di Teluk Mukjizat Tuhan, Alberth H.Torey mengatakan terbentuknya kabupaten ini, saya imani sebagai berkat dan anugerah Tuhan bagi rakyat Teluk wondama. Namun pada saat yang sama,saya juga memahami bahwa kehadiran kabupaten ini, bukanlah tujuan akhir, tetapi hanyalah suatu jembatan emas, untuk mencapai tujuan yang lebih mulia terwujudnya masyarakat Teluk wondama yang sejahtera, mandiri, dan beriman.
Strategi Membangun Tanah Papua Barat
Tanah Papua, sejak awal telah didiami secara turun-temurun oleh berbagai suku yang masing-masing memiliki keragaman budaya dan adat-istiadat yang khas.
Tanah Papua sejak berabad-abad silam memiliki kekhasan dalam tradisi, adat-istiadat dan budaya masyarakatnya. Suku-suku di Papua dapat dikelompokkan ke dalam beberapa suku, antara lain suku Ansus, Amungme, Asmat, Ayamaru, Bauzi, Biak, Dani, Empur, Hatam, Iha, Komoro, Mee, Meyakh, Moskona, Nafri, Paniai, Sentani, Souk, Waropen, Muyu, Tobati, dan Enggros. Suku-suku tersebut memiliki ratusan bahasa daerah yang berkembang pada kelompok etnik yang ada. Keanekaragaman bahasa ini, telah menyebabkan kesulitan dalam berkomunikasi antara satu kelompok etnik dengan kelompok etnik lainnya. Namun, melalui bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, berbagai suku bangsa di Papua dapat berkomunikasi dengan baik melalui bahasa Indonesia yang digunakan secara resmi oleh masyarakat di Papua hingga ke pedalaman.
Dengan mengacu pada perbedaan topografi dan adat-istiadatnya, secara garis besar penduduk Papua dapat dibedakan ke dalam empat kelompok besar, di mana setiap kelompok mempunyai corak kehidupan sosial, ekonomi dan budaya tersendiri. Pertama, kelompok penduduk di pesisir pantai. Kedua, kelompok penduduk pedalaman yang mendiami daerah dataran rendah. Ketiga, Penduduk pegunungan yang mendiami lembah. Keempat, penduduk pegunungan yang mendiami lereng gunung.
Tanah Papua memiliki sumber kekayaan alam, yang mencakup flora, fauna, mineral, tanah dan pasir, air dan lautan, energi, bahan-bahan tambang serta potensi perhutanan,pertanian, dan peternakan. Tanahnya luas membentang, dipenuhi oleh hutan belantara. lautnya luas membiru dihiasi keindahan alam dan keragaman biotanya. Di perut bumi Papua tersimpan gas alam, minyak, dan aneka bahan tambang.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang diikuti oleh Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun tahun 2007 Tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, maka kedua provinsi itu memiliki kewenangan sekaligus tanggang jawab untuk membangun, mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat di Papua.
Alberth H Torey dan Papua Barat tak bisa dipisahkan. Beliau tumbuh besar dan terus mengabdi di tanah Papua. Beliau menyadari bahwa salah satu persoalan yang mendasar menyangkut pembangunan di tanah Papua adalah penanggulangan masalah kemiskinan. Penanggulangan kemiskinan harus menjadi prioritas utama dalam membangun tanah Papua. Program pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat harus memberikan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin di tanah Papua.
“ Saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri, penduduk miskin di Papua pada umumnya tinggal di kawasan perdesaan,pegunungan tinggi, pedalaman, dan daerah-daerah terpencil. Perhatian yang besar terhadap masyarakat di kawasan seperti itu,akan membantu upaya menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat,” kata Alberth yang beliau tuangkan di dalam buku “Strategi Membangun Tanah Papua (2011)”.
Pembangunan wilayah perdesaan, pedalaman, pegunungan, dan daerah terpencil harus terus didorong antara lain untuk menumbuhkan kegiatan ekonomi pertanian yang memperkuat keterkaitan sektoral antara pertanian dan jasa penunjangnya; peningkatan kapasitas dan keberdayaan masyarakat perdesaan untuk dapat menangkap peluang pengembangan ekonomi, serta memperkuat kelembagaan dan modal sosial masyarakat perdesaan yang antara lain berupa budaya gotong royong dan jaringan kerja sama.Yang tidak kalah penting bagi Alberth adalah peningkatan sumber daya manusia di Papua. Beliau melihat persoalan ini sebagai persoalan yang penting dan mendasar, karena sumber daya manusia diperlukan untuk membangun Papua ke depan. Peningkatan sumber daya manusia, tentu juga tidak lepas dari peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan. Peningkatan pendidikan di Papua diharapkan dapat meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan, serta penuntasan pendidikan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) Sembilan Tahun. Selain itu ke depan warga Papua yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, harus ditambah dan diperluas jangkauannya hingga masyarakat pedalaman.
“Sebagai aparatur pemerintah yang sejak awal mengabdi di tanah Papua, ada yang terus saya pikirkan yakni pentingnya mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government),” kata Alberth.
Beliau ingin mewujudkan corak baru dalam era demokrasi baru, yakni penyelenggaraan Pemerintah Daerah dengan mengedepankan proses demokratisasi melalui pemberdayaan lembaga-lembaga swadaya masyarakat atau pemberdayaan lembaga adat dan Majelis Rakyat Papuadi Papua, civil society yang aktif, partnership pemerintah dan masyarakat dan kemampuan menghadapi pluralisme.
Pola good goverment, bagi Alberth esensinya adalah pemerintahan yang mengikutsertakan semua lapisan masyarakat dalam rancang bangun pembangunan,transparan, dan bertanggung jawab, efektif dan adil, serta menjamin terlaksananya supermasi hukum.
Good goverenment juga harus dapat menjamin bahwa prioritas di bidang politik,sosial, ekonomi, serta pertahanan dan keamanan didasarkan pada konsensus masyarakat memperhatikan kepentingan rakyat banyak; mendukung visi strategis pemimpin; dan masyarakat yang mampu melihat jauh ke depan dari suatu pemerintahan yang baik dan berorientasi pada pembangunan untuk semua (kelayakan sosial). “Saya yakin dan percaya, penyelenggara pemerintahan yang tangguh, dapat mempercepat proses pembangunan di Papua,” katanya.
Alberth mengakui, siapapun mengakui bahwa tanah Papua kaya akan sumber kekayaan alam, yang berasal dari hutan, laut dan perut bumi. Semuanya itu, harus diupayakan ke arah pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang memperhatikan kondisi lingkungan, penggunaan dan penataan ruang yang baik, serta sinergi antar sektor,baik dalam kewenangan, pengawasan,maupun penegakan hukum. Kekayaan yang dimiliki tanah Papua, terlebih dahulu harus dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat Papua. Keterlibatan masyarakat Papua dalam eksploitasi sumber kekayaan alam yang dilakukan baik oleh pemerintah, swasta, maupun pihak asing, harus mengutamakan keterlibatan penduduk asli Papua.
“Tidak kalah pentingnya adalah pemahaman akan wawasan kebangsaan yang dapat menanggulangi gerakan sparatisme. Saya kira perlu diupayakan secara terus menerus penguatan koordinasi dan kerja sama antar lembaga pemerintah,peningkatan kesejahteraan dan perbaikan akses sumber daya ekonomi dan politik, pendidikan politik dan bela negara untuk meningkatkan rasa saling percaya, serta menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap NKRI.”
“Penanggulangan separatisme saya kira penting dilakukan, baik melalui upaya koordinasi seluruh badan-badan intelejen pusat dan daerah, antisipasi dan pelaksanaan operasi militer atau nonmiliter terhadap gerakan separatis yang berusaha memisahkan diri dari NKRI, maupun melanjutkan upaya diplomasi untuk memperoleh dukungan internasional terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan NKRI. Demikian pula pengembangan sistem kewaspadaan dini di Papua sekaligus pemantapan nilai-nilai kebangsaan dan sosialisasi wawasan kebangsaan perlu dilakukan melalui berbagai media secara lebih intensif.”
“Kita bersyukur, bahwa pemerintah telah memberikan otonomi khusus terhadap tanah Papua. Namun dalam pelaksanaannya di lapangan, ternyata kebijakan yang baik ini belum mampu meredam keinginan sekelompok masyarakat untuk memperjuangkan kemerdekaan tanah Papua. Berbagai aktivitas Organisasi Papua Merdeka (OPM) baik yang dilaksanakan secara fisik maupun politik, sampai saat ini sedikit banyak mampu menarik simpati internasional. Oleh karena itu, saya kira upaya memperkuat sistem intelejen dan diplomasi luar negeri sangat diperlukan untuk melawan aktivitas propaganda negatif OPM di luar negeri.
pemerintah, tentu juga harus menempuh langkah-langkah strategis, baik melalui lobi-lobi internasional maupun pendekatan dengan pemangku kepentingan di Papua. Pemerintah juga harus melakukan perlawanan propaganda guna meluruskan dan meletakkan permasalahan Papua secara jernih dan objektif, serta dapat dimengerti masyarakat internasional bahwa penyelesaian masalah papua melalui Otonomi Khusus dalam kerangka NKRI, merupakan solusi terbaik. Dengan cara itu,maka keutuhan NKRI akan tetap terjaga dan masa depan Papua akan semakin aman, damai, adil, dan sejahtera.”
“Dari apa yang saya kemukakan tadi, menjadi cita-cita saya untuk membangun tanah Papua. Membangun tanah leluhur, tanah tempat lahir dan dibesarkan. Tanah perjuangan leluhur saya, dan tempat anak-anak Papua tumbuh besar. “
Comments
Post a Comment